Bisnis.com, JAKARTA– Setelah sempat tertekan oleh ketegangan geopolitik dan perang dagang, kondisi pasar saham kini menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Deeskalasi konflik global memberikan angin segar bagi para pelaku pasar, termasuk perusahaan yang tengah mempertimbangkan langkah besar untuk melantai di bursa melalui skema initial public offering (IPO).
Sepanjang 2025, setidaknya sudah terdapat 13 perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) atau IPO, dan berhasil menghimpun dana hampir US$420 juta hingga kuartal I/2025. Jumlah tersebut mencerminkan pertumbuhan dibandingkan dengan tahun lalu.
Momentum positif ini pun menjadi peluang strategis bagi sejumlah calon emiten untuk memperkenalkan diri kepada publik dan menggalang dana segar. Namun di balik peluang tersebut, tersimpan sejumlah tantangan yang harus dihadapi dengan penuh kehati-hatian.
Para analis dan pengamat pasar menekankan pentingnya kesadaran akan sikap investor yang semakin selektif. Tidak seperti era booming IPO sebelumnya, saat ini para investor lebih cermat dalam menilai saham baru, dengan mempertimbangkan secara detail aspek-aspek seperti valuasi yang masuk akal, fundamental bisnis yang kuat, serta tata kelola perusahaan (GCG) yang transparan dan akuntabel.
Seiring dengan tren pemulihan ekonomi global dan iklim investasi yang mulai membaik, perusahaan yang sudah mempersiapkan diri dengan matang,baik dari sisi keuangan, legalitas, hingga rencana ekspansi bisnis memiliki peluang lebih besar untuk meraih kepercayaan investor.
Menurut, riset Stockbit yang ditulis Ritchie Runako menyebutkan berspekulasi di saham IPO memang menawarkan potensi keuntungan dan risiko tinggi. Berdasarkan studi historis, Ritchie mengatakan bahwa ada beberapa temuan penting atau konklusi yang dapat dimanfaatkan oleh investor untuk memaksimalkan return, sekaligus mengurangi risiko ketika membeli saham-saham IPO.
Studi tersebut menggunakan data 161 saham yang melantai di BEI pada periode 6 Desember 2021–12 Februari 2024, sehingga tren pergerakan harga saham dan rekam jejak masa lalu belum tentu terulang di masa depan.
“Selain itu, alokasi saham pada saham IPO juga bervariasi, sehingga dapat memengaruhi risk atau return absolut yang didapatkan investor,” ujar Ritchie dalam riset yang dipublikasikan oleh Stockbit.
Adapun hasil studi itu menghasilkan tiga konklusi. Pertama, saham-saham IPO – di luar papan akselerasi – menawarkan risiko dan return asimetris yang berarti potensi keuntungan lebih tinggi dibandingkan dengan risiko kerugian.
“Dengan mengesampingkan saham di papan akselerasi, probabilitas saham IPO untuk menghasilkan return positif pada hari pertama listing mencapai 70%, dengan rata-rata ekspektasi return 17,4%,” kata Ritchie.
Sementara itu, saham IPO yang masuk papan akselerasi memiliki ekspektasi return negatif dan probabilitas kenaikan harga tidak lebih dari 40%. Untuk itu, hindari saham IPO di papan akselerasi dan pilih saham IPO di papan utama dan pengembangan.
Kedua, pilih saham dengan rekam jejak underwriter yang baik. Ketiga, terapkan ‘The 20% Rule’ yakni tahan selama seminggu jika saham naik lebih 20% pada hari pertama melantai. Namun, jual apabila saham secara harian tidak naik lebih dari 20%.