Bisnis.com, JAKARTA — Jumlah penduduk kelas menengah dalam lima tahun terakhir mengalami penurunan drastis, dari 57,33 juta pada 2019 atau setara 21,45% dari total penduduk menjadi 47,85 juta orang atau setara 17,13% pada 2024 (Maret).
Padahal, data BPS menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan terus menurun menjadi 9,03% per Maret 2024, terendah dalam satu dekade terakhir. Tetapi ironisnya jumlah penduduk kelas menengah juga mengalami penurunan drastis. Selama lima tahun terakhir, sebanyak 9,48 juta orang telah turun kelas.
Kelompok kelas menengah mencakup masyarakat dengan pengeluaran berkisar Rp2.040.262 sampai Rp9.909.844 per kapita per bulan pada 2024. Jumlah itu ditentukan oleh standar Bank Dunia soal kelas menengah dengan perhitungan 3,5-17 kali garis kemiskinan suatu negara.
(PIt) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyarankan pemerintah untuk membuat kebijakan yang memperkuat daya beli kelas menengah. Hal ini dikarenakan kelompok ini memiliki kontribusi yang tinggi terhadap perekonomian Indonesia.
"Penguatan daya beli diperlukan tidak hanya untuk kelompok miskin, tapi juga untuk kelas menengah (middle class) dan menuju kelas menengah (aspiring middle class)."
Di tengah tren penurunan jumlah kelas menengah, muncul fenomena makan tabungan di masyarakat yang seolah mengonfirmasi adanya pelemahan daya beli yang berujung pada turunnya jumlah kelas menengah di Indonesia.
Sejatinya, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat bahwa kelompok menengah ini masih tetap tumbuh.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa pun angkat suara soal kelas menengah makan tabungan karena saldo rata-rata kelompok di bawah Rp100 juta terus menurun.
Menurut dia, LPS membagi tabungan masyarakat dengan nilai di bawah Rp100 juta ke dalam beberapa kategori yakni klasifikasi di bawah Rp1 juta, kemudian Rp1 juta-Rp5 juta, Rp5 juta-Rp10 juta, Rp10 juta-Rp25 juta, Rp25 juta-Rp50 juta, dan terakhir Rp50 juta-Rp100 juta.
“Dari golongan itu yang paling rendah [tumbuhnya] di bawah 1 juta, yaitu 0,72%, mungkin terendah dalam tahun 2024 ini. Tapi, ini mungkin dari pertamanya enggak punya duit atau mungkin dengan bantuan langsung tunai [BLT] belum dikeluarin kali BLT-nya” ujarnya yang dikutip Rabu (9/10/2024).
Bila dirinci, per Agustus 2024 pertumbuhan atas simpanan Rp1 juta-Rp5 juta mencapai 5,92%. Kemudian, Rp5juta-Rp10 juta mencapai 6,16%, selanjutnya Rp10 juta-Rp25 juta 5,28%. Sementara itu, pertumbuhan Rp25 juta -Rp50 juta mencapai 5,73% dan Rp50 juta-Rp100 juta mencapai 5,19%.
Purbaya menyampaikan, capaian ini lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya seperti kelompok Rp 25 juta-Rp50 juta pada Juli 2024 tumbuh 5,13% dan Rp50 juta-Rp100 juta hanya tumbuh 4,13% pada Juli 2024.
“Sepertinya dari sini, golongan yang agak menengah mengalami perbaikan, ini berlawanan dengan apa yang kita baca di mana kelas menengah turun,” ungkapnya.
Menurutnya, kondisi kelas menengah di Indonesia saat ini tidak seburuk klaim fenomena makan tabungan. Pihaknya juga akan terus melakukan pemantauan.
“Tentunya belum akhir, ini baru awal, tapi kita monitor. Tapi artinya, yang ditakutkan orang selama ini, kalau kita lihat data, ini ternyata tidak seburuk yang digembar gemborkan,” tandasnya.
Distribusi Simpanan menurut Catatan LPS
Adapun, secara umum berdasarkan data Distribusi Simpanan yang dirilis LPS mencatat nominal tabungan masyarakat di bawah Rp100 juta tumbuh paling mini sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) dibanding kelompok simpanan lainnya.
Berdasarkan data LPS periode Agustus 2024, nominal simpanan di bawah Rp100 juta mencapai Rp1.061,42 triliun atau setara dengan 12,2% dari total simpanan Rp8.698,53 triliun.
Tercatat, pertumbuhan atas simpanan ini hanya meningkat 0,8% secara ytd. Adapun, secara tahunan tiering simpanan naik 5,3% yoy, sementara secara bulanan, angka ini naik tipis dari bulan sebelumnya yang tumbuh 0,3%.
Sementara itu, simpanan nasabah tajir alias yang kerap didominasi oleh korporasi, tiering simpanan di atas Rp5 miliar ini masih menjadi simpanan dengan nominal terbesar yakni mencapai Rp4.630,51 triliun atau 53,2% dari total simpanan yang ada.
Bila dibandingkan dengan simpanan di bawah Rp100 juta, simpanan di atas Rp5 miliar ini tumbuh 2,1% secara ytd. Secara tahunan tumbuh 9,1% yoy, sedangkan secara bulanan mengalami penyusutan sebesar 0,9% MoM.
Selain itu, simpanan nasabah di tiering lainnya seperti simpanan nasabah dengan nominal Rp100 juta hingga Rp200 juta tumbuh 2,4% ytd. Secara tahunan tumbuh 5,1% yoy. Sedangkan, tiering simpanan Rp200 juta hingga Rp500 juta tumbuh 3% ytd. Lalu, secara tahunan tumbuh 4,5% yoy.
Selanjutnya, simpanan Rp500 juta hingga Rp1 miliar tumbuh 2,9% ytd. Adapun, secara tahunan tumbuh 5,7% yoy.
Kemudian, simpanan Rp1 miliar hingga Rp2 miliar tumbuh 3,4% secara ytd. Jika ditilik secara tahunan simpanan ini tumbuh 3,8% yoy. Terakhir, simpanan Rp2 miliar hingga Rp5 miliar tumbuh 1,8% ytd, sementara secara tahunan tumbuh 3,9% yoy.