Bisnis.com, JAKARTA -- Ada tiga kota yang mencatatkan diri sebagai kota dengan biaya hidup termahal. Adapun, kenaikan biaya hidup itu disebabkan penguatan dolar AS sepanjang tahun lalu.
Data Economist Intelligence Unit mencatat tiga kota dengan biaya hidup tertinggi yakni, Singapura, Paris, dan Hong Kong. Ketiga negara itu mencatat urutan pertama dengan perolehan angka sama-sama 107.
Penulis Economist Intelligence Unit (EIU) Roxana Slavcheva mengungkapkan, ini adalah pertama kalinya dalam 30 tahun terakhir ada tiga negara berbagi posisi kota berbiaya paling mahal di dunia.
"Ini pertanda kota-kota dunia yang mahal makin banyak berkembang," ujarnya pada Selasa (19/3).
Roxana menuturkan, biaya kota tradisional lebih mahal adalah bukti globalisasi dan munculnya kesamaan selera serta pola belanja masyarakat.
"Bahkan, di lokasi harga bahan makanan yang lebih murah, harga utilitas atau transportasi dapat menaikkan biaya hidup secara keseluruhan," tuturnya.
Selain itu, biaya hidup di kota meningkat karena didorong oleh pasar kerja yang dinamis. Banyak pekerja terampil yang tertarik ke kota karena tawaran upah yang tinggi.
Analis Center for Cities Anthony Breach mengatakan, di tengah kondisi ini, perencanaan tata kota perlu menyusun kota yang lebih mutakhir dan membangun lebih banyak rumah.
Hal ini harus dilakukan agar harga rumah bisa tetap terjangkau, bahkan harganya bisa turun secara keseluruhan.
Efek Penguatan dolar AS
Economist Intelligence Unit (EIU) mengklaim pihaknya melihat konvergensi di antara negara-negara dengan biaya hidup tinggi tersebut. Negara dengan nilai tukar mata uang yang menguat mencatatkan biaya hidup yang naik secara signifikan.
Salah satu contohnya Amerika Serikat. Indeks dolar AS mencatatkan kenaikan sepanjang 2018 sebesar 4,64% menjadi 96,4.
Alhasil, New York dan Los Angeles merangkak naik masing-masing ke posisi 7 dan 10 sebagai kota berbiaya hidup tinggi di dunia. Sebelumnya, dua kota itu berada di luar 10 besar sebagai kota dengan biaya hidup tertinggi.
